Label

Jumat, 04 Mei 2012

Sisi Lain Ibu Bapak yang Kini Kurindukan

Setelah menyelesaikan sholat Isya’ beberapa hari lalu, ponsel saya berdering dan tertulis ada panggilan dari teman dekat saya. Seketika saya mengangkat ponsel dengan penuh antusias, sejenak suara hening dari seberang. Beberapa detik kemudian saya mendengar suara isak tangis dari sambungan ponsel, dan saya baru menyadari bahwa suara tersebut menggambarkan rasa rindu yang mendalam. Dalam pembicaraan singkat malam itu dia banyak bercerita tentang kenangan kami dahulu dan membicarakan tentang kerinduannya kepada saya ketika ia bertemu dengan ibu saya.

Teman saya bercerita tentang isi hati ibu saya yang sesungguhnya. Sebelum saya diterima menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, saya sering menceritakan Fakultas Psikologi UI sebagai tempat tujuan belajar selanjutnya setelah lulus SMA kepada ibu. Ibu saya tidak merespon dengan baik apa yang sering saya bicarakan kepada beliau, beliau lebih sering hanya berkata “ooo…” dengan ekspresi datar dan menyarankan untuk melanjutkan kuliah di daerah saja. Ketika itu saya mengasumsikan bahwa ibu tidak menyetujui saya untuk kuliah di UI tanpa mengetahui alasan sebenarnya.

Dalam sebuah pembicaraan di telepon dengan teman saya, dia menceritakan bahwa ketika berkunjung ke rumah saya dan bertemu dengan ibu, ibu saya mengungkapkan bahwa ketika melihat dia beliau selalu ingat kepada saya. Karena hubungan pertemanan kami memang sangat erat, kami sering pergi ke masjid besar kota Kediri hingga malam hanya untuk saling berbagi cerita dan mengingat cita-cita. Dalam pertemuan itu ibu juga mengungkapkan alasan tentang responnya yang datar saat saya bercerita tentang UI. Ibu mengatakan bahwa beliau merasa tidak enak hati dan takut ketika saya memasang background gambar UI di layar desktop saya, beliau khawatir jika saya tidak mampu mencapainya saya akan stress. Beliau takut saya tidak bisa bangkit dan semakin terpuruk. Alhamdulillah, kekhawatiran beliau tidak terjadi. Kini saya sadar bahwa anggapan bahwa ibu tidak mendukung apa yang saya impikan terbukti tidak benar, justru beliau berpikir jauh ke depan untuk mengantisipasi kondisi psikis saya. Ibu telah jauh memikirkan tentang segala kemungkinan yang bisa terjadi tanpa saya sadari. Dahulu saya hanya beranggapan bahwa ibu terlalu primitif dan menyarankan saya untuk menjalani kehidupan biasa-biasa saja layaknya orang-orang di sekitar, sekolah di daerah kemudian menjadi PNS dan itu sudah cukup bagi seorang wanita.

Setelah saya mengetahui cerita di atas, sikap saya kepada ibu berubah. Sebelumnya saya hanya menanggapi biasa saja perhatian ibu terhadap saya, namun sekarang justru saya yang memiliki kebutuhan untuk memperhatikannya. Saya selalu memberikan kabar kepadanya, padahal sebelumnya seringkali saya tidak memberikan kabar tentang apa yang telah terjadi pada diri saya. Sekarang rasanya perhatian ibu merupakan hal yang sangat berarti. Begitupun dengan bapak saya, sebelumnya ketika di rumah saya mengenal bapak sebagai sosok yang dingin dan cuek terhadap lingkungan. Hal ini sering membuat saya bosan berada di rumah. Kini setelah saya benar-benar keluar dari rumah, saya merasakan perhatiannya dengan mendalam. Beliau selalu berusaha untuk sesegera mungkin memenuhi apa yang saya butuhkan, bahkan sebelum saya mengatakannya. Rasa khawatir yang kini ditunjukkannya tidak saya rasakan ketika dirumah. Entah karena keegoisan pribadi saya atau karena kini saya merasa butuh akan perhatian orangtua sehingga saya baru merasakannya. Saya mengenal beliau dalam bingkai sifat yang dingin, namun kini saya mengenal beliau dengan melihat sisinya yang sangat lembut sebagai seorang ayah.

Jarak yang memisahkan kami memacu saya untuk memberikan usaha yang terbaik untuk mereka, saya menyadari bahwa setiap hembus nafas yang bisa saya hirup pasti ada doa-doa mereka yang menyertai, ada air mata ketulusan di setiap malam-malam dalam sujudnya untuk mendoakan saya di sini. Saya harus berjuang untuk membalas usaha-usaha mereka untuk mengantarkan saya sampai pada kehidupan sekarang dan masa mendatang yang lebih baik.


Suciati Zen Nur Hidayati, Fakultas Psikologi

Peserta UI- Student Development Program 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar